Pembibitan dan Pembudidayaan Tumbuhan Jahe
Persyaratan Tumbuh
Untuk
budidaya jahe diperlukan lahan di daerah yang sesuai untuk pertumbuhannya.
Untuk pertumbuhan jahe yang optimal diperlukan persyaratan iklim dan lahan
sebagai berikut : iklim tipe A, B dan C (Schmidt & Ferguson), ketinggian
tempat 300 - 900 m dpl., temperatur rata-rata tahunan 25 - 30ÂșC, curah hujan
per tahun 2 500 – 4 000 mm, jumlah bulan basah (> 100 mm/bl) 7 - 9 bulan per
tahun, intensitas cahaya matahari 70 - 100% atau agak ternaungi sampai terbuka,
drainase tanah baik, tekstur tanah lempung sampai lempung liat berpasir, pH
tanah 6,8 – 7,4. Pada lahan dengan pH rendah dapat diberikan kapur pertanian
(kaptan) 1 - 3 ton/ha atau dolomit 0,5 – 2 ton/ha untuk meningkatkan pH tanah.
Pada
lahan dengan kemiringan >3% dianjurkan untuk pembuatan teras. Teras bangku
sangat dianjurkan bila kemiringan lereng cukup curam. Hal ini untuk menghindari
terjadinya pencucian lahan yang mengakibatkan tanah menjadi tidak subur, dan
benih jahe hanyut terbawa arus. Persyaratan lahan lainnya yang juga penting
bagi penamaman jahe adalah lahan bukan merupakan daerah endemik penyakit tular
tanah (soil borne diseases) terutama bakteri layu dan nematoda. Untuk menjamin
kesehatan lahan, sebaiknya lahan yang digunakan bukan bekas jahe, atau tidak
ada serangan penyakit bakteri layu dilahan tersebut dan hanya dua kali
berturut-turut ditanami jahe. Tahun berikutnya dianjurkan pindah tempat untuk
menghindari kegagalan panen karena kendala penyakit dan adanya gejala allelopati.
BAHAN TANAMAN
Jahe merah (Z. officanale var. rubrum) mempunyai rimpang kecil berlapis, aroma sangat tajam, berwarna jingga muda sampai merah dengan diameter 4,20 – 4,26 cm, tinggi dan panjang rimpang 5,26 – 10,40 dan 12,33 – 12,60 cm, warna daun hijau muda, batang hijau kemerahan dengan kadar minyak atsiri 2,58 – 3,90%.
Pembibitan
Benih
yang digunakan harus jelas asal usulnya, sehat dan tidak tercampur dengan
varietas lain. Benih yang sehat harus berasal dari pertanaman yang sehat, tidak
terserang penyakit. Beberapa penyakit penting pada tanaman jahe yang umum
dijumpai, terutama jahe putih besar, adalah layu bakteri (Ralstonia
solanacearum), layu fusarium (Fusarium oxysporum), layu rizoktonia (Rhizoctonia
solani), nematoda (Rhodopolus similis), dan lalat rimpang (Mimergralla
coeruleifrons, Eumerus figurans), serta kutu perisai (Aspidiella hartii).
Rimpang yang telah terinfeksi penyakit tidak dapat digunakan sebagai benih
karena akan menjadi sumber penularan penyakit di lapangan. Pemilihan benih
harus dilakukan sejak tanaman masih di lapangan. Apabila terdapat tanaman yang
terserang penyakit atau tercampur dengan jenis lain, maka tanaman yang
terserang penyakit dan tanaman jenis lain harus dicabut dan dijauhkan dari
areal pertanaman.
Rimpang yang
akan digunakan untuk bibit harus sudah tua minimal berumur 10 bulan. Ciri-ciri
rimpang tua antara lain kandungan serat tinggi dan kasar, kulit licin dan keras
tidak mudah mengelupas, warna kulit mengkilat menampakkan tanda bernas.
Rimpang yang
terpilih untuk dijadikan benih, sebaiknya mempunyai 2 - 3 bakal mata tunas yang
baik dengan bobot sekitar 25 - 60 g untuk jahe putih besar, 20 - 40 g untuk
jahe putih kecil dan jahe merah. Kebutuhan bibit per ha untuk jahe merah dan
jahe emprit 1 - 1,5
ton, sedangkan
jahe putih besar yang dipanen tua membutuhkan bibit 2 - 3 ton/ha dan 5 ton/ha
untuk jahe putih besar yang dipanen muda. Bagian rimpang yang terbaik dijadikan
bibit adalah rimpang pada ruas kedua dan ketiga. Sebelum ditanam rimpang bibit
ditunaskan terlebih dahulu dengan cara menyemaikan yaitu, menghamparkan rimpang
di atas jerami/alang-alang tipis, di tempat yang teduh atau di dalam gudang
penyimpanan dan tidak ditumpuk. Untuk itu biasa digunakan wadah atau rak-rak
terbuat dari bambu atau kayu sebagai alas. Selama penyemaian dilakukan
penyiraman setiap hari sesuai kebutuhan, untuk menjaga kelembapan rimpang.
Bibit rimpang bertunas dengan tinggi tunas yang seragam 1 - 2 cm, siap ditanam
di lapangan dan dapat beradaptasi langsung, juga tidak mudah rusak. Rimpang
yang sudah bertunas tersebut kemudian diseleksi dan dipotong menurut ukuran.
Untuk mencegah infeksi bakteri, dilakukan perendaman di dalam larutan
antibiotik dengan dosis anjuran. Kemudian dikering anginkan.
PERIODE TANAM
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
BUDIDAYA
Hal penting lain yang juga perlu diperhatikan adalah tata cara budidaya seperti : penyiapan lahan, pengaturan jarak tanam, pemupukan, dan pemeliharaan tanaman.
1. Penyiapan Lahan
Pengolahan tanah dilakukan sebelum tanam. Tanah diolah sedemikian rupa agar gembur dan dibersihkan dari gulma. Pengolahan tanah dilakukan dengan cara menggarpu dan mencangkul tanah sedalam 30 cm, dibersihkan dari ranting-ranting dan sisa-sisa tanaman yang sukar lapuk. Untuk tanah dengan lapisan olah tipis, pengolahan tanahnya harus hati-hati disesuaikan dengan lapisan tanah tersebut dan jangan dicangkul atau digarpu terlalu dalam sehingga tercampur antara lapisan olah dengan lapisan tanah bawah. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan tanaman kurang subur. Setelah tanah diolah dan digemburkan, dibuat bedengan searah lereng (untuk tanah yang miring), sistim guludan atau dengan sistim pris (parit). Pada bedengan atau guludan kemudian dibuat lubang tanam.
2. Pengaturan Jarak Tanaman.
Bibit jahe ditanam sedalam 5 - 7 cm dengan tunas menghadap ke atas, jangan terbalik, karena dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang digunakan untuk penanaman jahe putih besar yang dipanen tua adalah 80 x 40 cm atau 60 x 40 cm, jahe putih kecil dan jahe merah 60 x 40 cm.
3. Pemupukan
Pupuk kandang dari kotoran domba atau sapi sebanyak 20 ton/ha, diberikan 2 – 4 minggu sebelum tanam.sedangkan pupuk buatan seperti SP-36 300 – 400 kg/ha dan KCl 300-400 kg/ha pada saat tanam. Pupuk urea diberikan 3 kali pada umur 1, 2 dan 3 bulan setelah tanam sebanyak 400 - 600 kg/ha, masing-masing 1/3 dosis setiap pemberian. Pada umur 4 bulan setelah tanam dapat pula diberikan pupuk kandang ke dua sebanyak 20 ton/ha.
4.
Pemeliharaan.
a.
Penyiangan
Gulma
Sampai
tanaman berumur 6 - 7 bulan banyak tumbuh gulma, sehingga penyiangan perlu
dilakukan secara intensif secara bersih. Penyiangan setelah umur 4 bulan perlu
dilakukan secara hati-hati agar tidak merusak perakaran yang dapat menyebabkan
masuknya bibit penyakit. Untuk mengurangi intensitas penyiangan bisa digunakan
mulsa tebal dari jerami atau sekam.
b.
Penyulaman
Menyulam
tanaman yang tidak tumbuh dilakukan pada umur 1 – 1,5 bulan setelah tanam
dengan memakai bibit cadangan yang sudah diseleksi dan disemaikan.
c.
Pembubunan
Pembumbunan
mulai dilakukan pada saat telah terbentuk rumpun dengan 4 - 5 anakan, agar
rimpang selalu tertutup tanah. Selain itu, dengan dilakukan pembumbunan,
drainase akan selalu terpelihara.
d.
Pengendalian
Organisme Pengganggu Tanaman
Pengendalian hama penyakit dilakukan sesuai dengan keperluan. Penyakit utama pada jahe adalah busuk rimpang yang disebabkan oleh serangan bakteri layu (Ralstonia solanacearum). Sampai saat ini belum ada metode pengendalian yang memadai, kecuali dengan menerapkan tindakan-tindakan untuk mencegah masuknya bibit penyakit, seperti penggunaan lahan sehat, penggunaan benih sehat, perlakuan benih sehat (antibiotik), menghindari perlukaan (penggunaan abu sekam), pergiliran tanaman, pembersihan sisa tanaman dan gulma, pembuatan saluran irigasi supaya tidak ada air menggenang dan aliran air tidak melalui petak sehat (sanitasi), inspeksi kebun secara rutin. Tanaman yang terserang layu bakteri segera dicabut dan dibakar untuk menghindari meluasnya serangan OPT. Hama yang cukup signifikan adalah lalat rimpang Mimergralla coeruleifrons (Diptera, Micropezidae) dan 7 Eumerus figurans (Diptera, Syrpidae), kutu perisai (Aspidiella hartii) yang menyerang rimpang mulai dari pertanaman dan menyebabkan penampilan rimpang kurang baik serta bercak daun yang disebabkan oleh cendawan (Phyllosticta sp.). Serangan penyakit ini apabila terjadi pada tanaman muda (sebelum 6 bulan) akan menyebabkan penurunan produksi yang cukup signifikan. Tindakan mencegah perluasan penyakit ini dengan menyemprotkan fungisida segera setelah terlihat ada serangan (diulang setiap minggu sekali), sanitasi tanaman sakit, inspeksi secara rutin.
Pola Tanam
Untuk meningkatkan produktifitas lahan, pola penanaman tanaman jahe dapat di buat model tumpang sari dengan tanaman lainnya. Bisa dengan tanaman sayuran, buah-buahan, atau bisa dengan tanaman obat lainnya sesuai dengan kondisi lahan.
Pemanenan
Jahe untuk konsumsi dipanen pada
umur 6 sampai 10 bulan, tetapi rimpang untuk bibit dipanen pada umur 10 - 12
bulan. Cara panen dilakukan dengan membongkar seluruh rimpang menggunakan
garpu, cangkul, kemudian tanah yang menempel dibersihkan. Varietas unggul jahe
putih besar (Cimanggu-1) menghasilkan rata-rata 27 ton rimpang segar, calon
varietas unggul jahe putih kecil (JPK 3; JPK 6), dengan cara budidaya yang
direkomendasikan, menghasilkan rata-rata 16 ton/ha rimpang segar dengan kadar
minyak atsiri 1,7 – 3,8%, kadar oleoresin 2,39 – 8,87%. Sedangkan jahe merah
menghasilkan rimpang segar 22 ton/ha dengan kadar minyak atsiri 3,2 – 3,6%,
kadar oleoresin 5,86 – 6,36%. Mutu rimpang dari varietas unggul Cimanggu-1,
calon varietas unggul jahe putih kecil, dan jahe merah memenuhi standar Materia
Medika Indonesia (MMI). Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe
segar dikatagorikan sebagai berikut:
·
Mutu
I : bobot
250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan kapang;
·
Mutu
II : bobot 150 - 249 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda
asing dan kapang;
· Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang maksimum 10%.
DAFTAR PUSTAKA
Muhlisah,
Fauziah, 2007, Tanaman Obat Keluarga
(TOGA), Seri Agrisehat, Jakarta, hlm. 24.
Rostiana,
Bermawie. N, dan Rahardjo, Mono. “Standar Prosedur Operasional Budidaya Jahe”.
29 Mei 2015. http://balittro.litbang.pertanian.go.id/ind/images/publikasi/sop/sopgabung/Microsoft%20Word%20-%201-Jahe.pdf
Anonim,
“Budidaya Jahe”. 30 Mei 2015. http://wirausaha.blog.unsoed.ac.id/files/2012/05/Panduan-Budidaya-Jahe.pdf
Komentar
Posting Komentar