Penentuan Strategi Pengembangan Agribisnis Jahe
Salah satu tanaman di Indonesia yang kegunaannya diperuntukkan sebagai obat tradisional, bumbu, bahan minuman, serta dijadikan sebagai bahan komoditas ekspor andalan adalah jahe. Indonesia mampu mengekspor jahe ke beberapa negara di tahun-tahun terakhir ini dan mengalami peningkatan.
Namun hal tersebut
tidak diimbangi dengan produksi jahe yang mencukupi sehingga terkadang permintaan akan jahe tidak berimbang dengan produksinya (Petrus
Selmut Aldensi, 2016).
Terlebih di masa pandemi covid-19 banyak sekali konsumen
yang membeli jahe dalam bentuk
segar maupun bubuk untuk dikonsumsi
dengan harapan dapat menjaga kondisi
tubuh tetap dalam kondisi yang prima.
Indonesia pada dasarnya memiliki potensi yang sangat tinggi dengan adanya keanekaragaman hayati yang tersebar di berbagai wilayahnya. Hal tersebut juga tergambar pada pengembangan tanaman biofarmaka yang akhir-ahir ini sedang digencarkan.
Faktor yang mendukung adanya hal tersebut dapat dimasukkan dalam beberapa kategori seperti adanya tren naiknya harga obat, tingkat kesadaran individu tentang konsep healthy juga semakin meningkat, serta kesadaran masyarakat akan konsep mencegah lebih baik daripada terjangkit penyakit.
Hal tersebut ditambah lagi pada era saat ini obat-obat kimia sudah banyak dikonsumsi dan individu ingin mengurangi ketergantungan terhadap hal tersebut. Prediksi dalam jangka panjang permintaan akan natural product akan semakin meningkat. Dengan begitu petani jahe harus mengupayakan produksi jahe dengan kualitas yang baik.
Namun hal tersebut tidaklah menjadi tanggung jawab sepenuhnya oleh petani karena pada era modern banyak sekali rumah tangga yang sudah menanam tanaman jahe di areal pekarangan rumah dengan berbagai metode tanam. Pada akhirnya perkembangan tanaman jahe sehingga potensi produksi lebih tinggi jika dibandingkan dengan penanaman jahe konvesional di lahan.
Produksi dari tanaman obat yang cenderung mengalami peningkatan dikarenakan adanya upaya peningkatan produktivitas yang dilakukan dengan cara intensifikasi dan ekstensifikasi. Hal tersebut juga didukung dengan termanfaatkannya dengan baik lahan kosong pada pekarangan rumah. Kehidupan manusia pada akhir-akhir ini tidak bisa dilepaskan dari tanaman jahe.
Uraian tersebut dikarenakan tanaman tersebut memiliki manfaat seperti meringankan batuk yang menjadi salah satu indikasi gejala covid-19. Upaya pemenuhan kebutuhan tanaman jahe yang semakin meningkat ini dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain melalui perbaikan teknologi di tingkat petani, dengan didukung oleh penyerapan komoditi yang tinggi.
Hal tersebut dapat memotivasi petani untuk ikut berbudidaya tanaman jahe. Budidaya tanaman jahe mudah dilakukan karena tanaman tersebut mampu menyesuikan dengan lokasi tanam baik di dataran rendah dan tinggi sekalipun. Pengembangannya pun memerlukan teknik yang berbeda sehingga petani dapat mengusahakannya tiap tahun.
Jahe merupakan salah satu tanaman herbal yang setelah melalui riset menunjukkan bahwa khasiat dalam meningkatkan daya tahan tubuh (Chaudhury, 2015). Selain itu tanaman herbal mampu mencegah penyakit yang termasuk dalam kardiovaskular (Koonrungsesomboon, 2016).
Melalui olahan tertentu banyak sekali tanaman yang termasuk ke dalam tanaman herbal yang bisa dijadikan sebagai (Gavanji, S., Mohammadi, E., Larki, B., and Bakhtari, 2015), dan bahan antibiotik alamiah (Han, Y., Wang, H., Xu, W., Cao, B., Han, L.,Jia, L., Xu, Y., Zhang, Q., Wang, X., Zhang, G., Yu, M., and Yang, 2016).
Adanya senyawa bioaktif yang terkandung dalam tanaman herbal menyebabkan tanaman tersebut memiliki banyak sekali khasiat yang dibutuhankan oleh tubuh. Dengan adanya hal tersebut maka manusia melalui beberapa riset dan eksperimen membuat tanaman herbal tersebut dengan senyawa yang terkandung di dalamnya termasuk bioaktif tersebut yang mampu mengobati dan meningkatkan daya sehat individu yang mengkonsumsinya.
Tanaman herbal banyak sekali yang dibudidayakan di Indonesia yang diperuntukkan untuk kebutuhan bagi manusia. Tanaman herbal yang dimaksud adalah jahe, kunyit, kencur dan temulawak. Jahe memiliki kandungan geraniol dan neral yang merupakan senyawa biaktif dengan tujuan untuk antinyeri dan obat radang sendi (Jayachandran, M., Chandrasekaran, B., and Namasivayam, 2015)(Liao, P., Yang, T., Chou, J., Chen, J., and Chao, 2015).
Usaha tani jahe tidak hanya memiliki keuntungan semata namun juga ada resiko yang terkandung di dalam budidaya jahe seperti cuaca dan iklim ekstrim yang membuat jahe tidak stabil.
Adanya permasalahan tersebut membuat jahe yang dihasilkan mutunya kurang bagus sehingga sulit bersaing dengan standar yang ada di pasar perdagangan internasional. Selain masalah tersebut dalam sisi produksi juga sering mengalami serangan hama dan penyakit yang secara lansung berdampak pada berkunrangnya produksi yang dihasilkan.
Produktivitas tanaman jahe di Indonesia yang kurang maksimal juga secara tidak langsung dipengaeruhi oleh alih fungsi lahan pertanian, penyakit dan bibit jahe yang kurang baik karena petani rerata hanya menggunakan bekas tanaman jahe yang ditanam pada masa tanam sebelumnya.
Proses manajemen agar terwujudnya strategi disertai kebijakan yang dituangkan dalam tindakan melewati sebuah program yang dikembangkan sesuai dengan rancangan anggaran dan prosedur disebut sebagai implementasi strategi.
Perlunya implementasi strategi harus dilakukan dengan rincian yang jelas dan tepat sehingga dalam memilih strategi kemudian bisa dilakukan realisasi. Sasaran perlu ditentukan sebagai aktivitas yang digunakan sebagai target akhir dari implementasi yang dioperasionalkan. Impelemtasi tentunya tidak dapat berjalan tanpa adanya faktor internal dan faktor eksternal yang mempengaruhi impelemntasi tersebut.
Pengklasifikasian terhadap komoditi pertanian yang masuk dalam kondisi prima, komoditi potensial, komoditi berkembang dan komoditi terbelakang untuk memetakan strategi mana yang tepat agar pembangunan sektor pertanian dapat maksimal.
Tentu saja dari beberapa kondisi komoditi pertanian tersebut harus diambil satu komoditi yang masuk sebagai komoditi prima sebagai unggulan dari wilayah tersebut (Farida, Nuning, & rahayu wiwit, 2015).
Strategi pengembangkan harus dirumuskan dan dianalisis secara keseluruhan terlebih dahulu untuk membagi ke dalam faktor internal dan eksternal. Lingkungan eksternal tersebut tentunya tdak stabil namun mengalami perubahan secara cepat dengan memberikan peluang dan ancaman di masa mendatang yang berasal dari lawan utama pembisnis.
Hal tersebut nantinya juga akan diikuti dengan iklim bisnis yang akan mengikuti perubahan zaman. Adanya perubahan faktor kesternal tentunya akan diikuti dengan konsekuensi berubahanya faktor internal juga seperti berubahnya kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan.
Analisis SWOT dapat mengidentifikasi strategi alternative yang terbagi ke dalam empat aspek. Hal tersebut tentunya juga didasarkan pada logika dan anaisis yang mendalam. Harapanknya sisi kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities) dapat termaksimalkan dngan baik diikuti kelemahan(weakness) dan ancaman (threats) yang dapat ditekan dan diminimalkan secara bersamaan.
Tentunya dari keempat aspek yang disebutkan tersebut harus dikaitkan kembali pada tujuan, kebijakan dan misi awal dari keputusan strategis yang akan dilakukan. Dengan begitu perencanaan strategis yang dilakukan harus bisa mensiasati pengembangan bisnis yang dilakukan yang terwujud dalam empat aspek strengths, opportunities, weakness, dan threats. Selain hal tersebut juga harus bisa menyesuakan keadaan pada masa sekarang (Rangkuti, 2013).
Jahe selain sebagai tanaman herbal juga termasuk sebagai salah satu jenis tanaman holtikultura. Jahe sendiri juga tergolong sebagai rempah-rempah khas Indonesia dengan banyak potensi besar yang dimilikinya sebagai obat alami.
Dengan alasan tersebut maka jahe sangat komersial sebagai bagian dari agrbisnis. Selain itu Indonesia juga mampu mengekspor jahe ke beberapa negara dengan omset yang menjanjikan. Indonesia sendiri memiliki beberapa varietas jahe yang dikembangkan (klon) yaitu jahe merah, jahe putih kecil dan jahe gajah (putih besar).
Permintaan jahe dari negara-negara lain biasanya berbentuk kemasan jahe segar dan permintaan terbanyak ada pada jenis jahe putih besar. Namun faktanya permintaan jahe yang mencapai ribuan ton saat ini tidak dapat terpenuhi dengan produksi dalam negeri sehingga kapasitas jahe Indonesia masih sangat kecil.
Masalah
lain yang muncul
adalah segi kualitas dan kontinuitas yang masih sering tidak terselesaikan dengan baik (Widyastuti, Soejono, & Widjayanthi, 2015).
Komentar
Posting Komentar