Tentang Jahe Gajah
1.
SEJARAH SINGKAT
Jahe merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun
berbatang semu. Jahe berasal
dari Asia Pasifik
yang tersebar dari India sampai Cina. Oleh karena
itu kedua bangsa ini disebut-sebut sebagai bangsa yang pertama kali memanfaatkan jahe terutama sebagai bahan
minuman, bumbu masak dan obat-obatan tradisional.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan (Zingiberaceae),
se-famili dengan temu-temuan lainnya
seperti temu lawak (Cucuma xanthorrizha), temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma
domestic a), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas (Languas
galanga) dan lain-lain.
Nama daerah jahe antara lain halia (Aceh), beeuing (Gayo),
bahing (Batak Karo), sipodeh
(Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa dan Bali), jhai (Madura), melito (Gorontalo), geraka
(Ternate), dsb.
2.
URAIAN TANAMAN
2.1
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta Sub-divisi :
Angiospermae Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber
officinale
2.2
Deskripsi
Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit,
panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai
daun berbulu, panjang
2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7, 5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu.
Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat
atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3
kali lebarnya, sangat tajam ; panjang
malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak
berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu
jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya
berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang
sisik 3 – 5 cm; daun pelindung
berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu,
berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm,
helainya agak sempit,
berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna
ungu, gela p, berbintik-bintik
berwarna putih
kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik 2
2.3 Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi
3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1) Jahe putih/kuning besar atau disebut juga jahe gajah atau jahe badak Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas
lainnya. Jenis jahe ini bias dikonsumsi baik saat berumur
muda maupun berumur
tua, baik sebagai
jahe segar maupun
jahe olahan.
2) Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga jahe sunti atau jahe emprit
Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit
menggembung. Jahe ini selalu dipanen
setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah, sehingga
rasanya lebih pedas, disamping seratnya
tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak
oleoresin dan minyak
atsirinya.
3)
Jahe merah
Rimpangnya berwarna merah dan lebih
kecil dari pada jahe putih
kecil. sama seperti jahe
kecil, jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil,
sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
3.
MANFAAT TANAMAN
Rimpang jahe dapat
digunakan sebagai bumbu
masak, pemberi aroma dan rasa
pada makanan seperti
roti, kue, biskuit,
kembang gula dan berbagai
minuman. Jahe juga dapat digunakan
pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng
dan sirup.
Dewasa ini para petani cabe menggunakan jahe sebagai pestisida alami.
Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk segar, kering,
jahe bubuk dan awetan jahe. Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti: minyak
astiri dan koresin yang
diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran
sosis dan lain-lain.
Adapun manfaat secara pharmakologi antara lain adalah
sebagai karminatif (peluruh kentut),
anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh
darah, peluruh keringat, anti
inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.
4.
SENTRA PENANAMAN
Terdapat di seluruh
Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe
telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani,
India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria,
Pakistan.
Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan
India merupakan negara produsen jahe
terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.
5.
SYARAT PERTUMBUHAN
5.1. Iklim
1) Tanaman jahe membutuhkan curah hujan relatif
tinggi, yaitu antara 2.500-4.000 mm/tahun.
2) Pada umur 2,5 sampai 7 bulan atau lebih tanaman jahe memerlukan sinar matahari.
Dengan kata lain penanaman jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga
mendapat sinar matahari
sepanjang hari.
3) Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman jahe antara 20-35 oC.
5.2. Media Tanam
1) Tanaman jahe paling
cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur
dan banyak mengandung
humus.
2) Tekstur tanah yang baik adalah
lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik.
3) Tanaman jahe dapat
tumbuh pada keasaman
tanah (pH) sekitar
4,3-7,4. Tetapi keasaman
tanah (pH) optimum
untuk jahe gajah adalah 6,8-7,0.
5.3.Ketinggian Tempat
1)
Jahe tumbuh baik di daerah tropis
dan subtropis dengan
ketinggian 0-
2.000 m dpl.
2)
Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 - 600 m dpl.
6.
PEDOMAN BUDIDAYA
6.1. Pembibitan
1)
Persyaratan
Bibit
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu
genetik, mutu fisiologik (persentase
tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria
yang harus dipenuhi antara lain:
a. Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
b.
Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
c.
Dipilih pula dari tanaman
yang sehat dan kulit rimpang
tidak terluka atau lecet.
2)
Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit
jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan.
Penyemaian bibit dapat dilakukan
dengan peti kayu atau dengan bedengan.
a.
Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang baru dipanen
dijemur sementara (tidak sampai kering),
kemudian disimpan sekitar
1-1,5 bulan. Patahkan
rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan
memiliki 3-5 mata tunas
dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupka
n dalam larutan fungisida
dan zat pengatur tumbuh sekitar
1 menit kemudian keringkan. Setelah
itu dimasukkan kedalam
peti kayu. Lakukan
cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut:
pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis,
kemudian di atasnya
diberi abu gosok atau sekam padi, demikian
seterusnya sehingga yang
paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
b.
Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk
menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan
dari tumpukan jerami
setebal
10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami
lalu ditutup jerami, dan di atasnya
diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan
bagian atas berupa jerami. Perawatan
bibit pada bedengan
dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah
2 minggu, biasanya
rimpang sudah bertunas.
Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah.
Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan
memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.
3)
Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman
penyakit dengan cara bibit tersebut
dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam,
barulah ditanam.
6.2.Pengolahan Media Tanam
1)
Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus
diperhatikan syarat- syarat tumbuh
yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman
jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman
dengan kapur.
2)
Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang
lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman
pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun
menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila
pada pengolahan tanah pertama dirasakan
belum juga gembur,
maka dapat dilakukan
pengolahan tanah yang kedua sekitar
2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus
diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
3)
Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk encegah
terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi
bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi
lahan.
4)
Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah,
sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya,
Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat
menjadi media perkembangan beberapa
cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium
sp.
Pengapuran juga berfungsi
menambah unsur kalium
yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan
bagian tanaman yang berkayu, merangsang
pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a.
Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b. Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c.
Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
6.3.Teknik Penanaman
1) Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena
mampu memberikan produksi dan produksi
tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian.
Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai
berikut:
a. Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
b. Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
c.
Meningkatkan produktivitas lahan.
d. Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya
pertumbuhan gulma (tanaman
pengganggu).
Praktek di lapangan,
ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayur- sayuran, seperti ketimun, bawang merah,
cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada
juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa
kacang-kacangan lainnya.
2) Pembutan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena
kondisi air tanah yang buruk, maka
sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm
untuk menanam bibit.
3) Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit
rimpang secara rebah ke dalam lubang
tanam atau alur yang sudah disiapkan.
4)
Perioda Tanam
Penanaman jahe sebaiknya
dilakukan pada awal musim hujan
sekitar bulan September
dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
6.4.Pemeliharaan Tanaman
1) Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan
untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus
segera dilaksanakan penyulaman agar
pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang
yang baik serta pemeliharaan yang benar.
2)
Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur
2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali.
Tergantung pada kondisi
tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan,
sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut
rimpangnya mulai besar.
3) Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran
udara dan air dapat berjalan
dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping
itu tujuan pembubunan untuk
menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah.
Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis
di sekeliling rumpun dengan
jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan
berbentuk gubidan dan sekaligus
terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan
pembumbunan pada waktu
tanaman jahe berbentuk
rumpun yang terdiri
atas 3-4 batang semu, umumnya
pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman
jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
4) Pemupukan
a. Pemupukan Organik
Pada pertanian organik
yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk
pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik
yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini
dilakukan pada awal pertanaman pada
saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak
60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian
pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi
tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak
0.5 – 1kg per tanaman.
Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3
bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan.
Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian
pupuk kompos ini biasanya dilakukan
setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
b. Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe
perlu diberi pupuk susulan kedua
(pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk
dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan
pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP
10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan
dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada
awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya
(2/3 dosis) diberikan
pada saat tanaman
berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk
diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman
atau dalam bentuk
alur dan ditanam
di sela-sela tanaman
5)
Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu
banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;
6)
Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya
dicampur dengan pupuk organik
cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.
7.
HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Hama
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
1)
Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
2) Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi
kering dan mati.
3)
Kumbang.
7.2. Penyakit
1) Penyakit layu bakeri
Gejala:
Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi
perubahan warna dari hijau menjadi
kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati
rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit
membusuk, kalau rimpang
dipotong akan keluar lendir berwarna
putih susu sampai kecoklatan.
Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur
3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian:
§ jaminan kesehatan bibit jahe;
§ karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;
§ pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;
§
pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin
(0,25%)
2) Penyakit busuk rimpang
Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui
lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat
C dan terus berkembang akhirnya
menyebabkan rimpang menjadi
busuk.
Gejala:
Daun bagian bawah yang berubah menjadi
kuning lalu layu dan akhirnya
tanaman mati.
Pengendalian:
§ penggunaan bibit yang sehat;
§
penerapan pola tanam yang baik;
§ penggunaan fungisida.
3) Penyakit bercak daun
Penyakit ini dapat menular
dengan bantuan angin,
akan masuk melalui
luka maupun tanpa luka.
Gejala:
Pada daun yang bercak-bercak berukuran
3-5 mm, selanjutnya bercak- bercak
itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik
-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman
yang terserang bisa mati.
Pengendalian:
baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit
bercak daun sama halnya dengan
cara-cara yang dijelaskan di atas.
7.3. Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak
adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum,
dan gulma berdaun
lebar lainnya.
7.4. Pengendalian hama/penyakit secara organik
Dalam pertanian organik
yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan
yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman
untuk menghindari serangan hama
dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu)
yang komponennya adalah
sbb:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman
yang sehat yaitu memilih bibit unggul
yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan
hama dari sejak
awal pertanaman
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya
yang baik misalnya
budidaya tumpang sari dengan
pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta
rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit
potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida,
herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping
itu penggunaan bahan ini
hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan
atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil
misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin
yang dapat digunakan sebagai insektisida
sistemik yang menyerang urat syaraf
pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti
lalat rumah, nyamuk,
kutu, hama gudang,
dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida
kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
4) Neem tree atau
mimba
(Azadirachta
indica) yang
mengandung
azadirachtin yang bekerjanya
cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada
serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis
medinalis ). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan
virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus
erosus) yang bijinya mengandung rotenoid
yaitu
pakhirizida
yang dapat digunakan sebagai insektisida dan
larvasida.
6) Jeringau (Acorus
calamus )
yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan
untuk racun serangga
dan pembasmi cendawan,
serta hama gudang Callosobrocus.
8.
PANEN
8.1. Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri.
Bila kebutuhan untuk bumbu
penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa
ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang
dan sisanya dibiarkan sampai tua.
Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen
setelah cukup tua. Umur
tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan,
dengan ciri-ciri warna daun berubah
dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
8.2. Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati
menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang
jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran
lainnya yang menempel
pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah
itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang
kira-kira selama 1 minggu.
Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan
terlalu tinggi melainkan
agak disebar.
8.3. Periode Panen
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu
diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan
mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian
apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya
dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang
sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih
banyak kadar airnya.
8.4. Perkiraan Hasil Panen
Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara
15-25 ton/hektar, sedangkan
untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.
9.
PASCAPANEN
9.1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang
dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman,
dan gulma. Setelah
selesai, timbang jumlah
bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian.
Pencucian dilakukan dengan air bersih,
jika perlu disemprot
dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya
dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan
sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung
didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran
dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang
belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah
itu tempatkan dalam
wadah plastik/ember.
9.2. Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau
stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang
dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm
– 7 mm. Setelah perajangan, timbang
hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan
mesin pemotong.
9.3. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu dengan
sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan
selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%.
pengeringan dengan sinar matahari dilakukan
diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk.
Selama pengeringan harus dibolak-balik
kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang
tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi.
Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC
- 60oC. Rimpang yang akan
dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah
pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilkan
9.4. Penyortiran Kering.
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti
kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
9.5. Pengemasan
Setelah bersih, rimpang
yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong
plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai
sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah
tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman
bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
9.6. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu
tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki
ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar
dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas
bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang
cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis usaha budidaya jahe seluas 1 ha; yang dilakukan petani pada tahun 1999 di daerah Bogor.
1) Biaya produksi
2) Bibit: 2.000 bh @ Rp. 1.700,- = Rp. 3.400.000,-
b. Pupuk
§
Pupuk buatan:
Urea 165 kg @ Rp. 1.100,
= |
Rp. |
181.500,- |
TSP 160 kg @ Rp. 1800,- = |
Rp. |
288.000,- |
KCl 160 kg @ Rp. 1.600,- = |
Rp. |
256.000,- |
§ Pupuk kandang 3.000 kg @ Rp. 150,- = |
Rp. |
750.000,- |
c. Obat 20 kg @ Rp. 15.000, - |
Rp. |
300.000,- |
d. Alat |
Rp. |
180.000, |
e. Bahan
(mulsa) 20.000 m @ Rp. 150,- |
Rp. |
3.000.000,- |
f. Tenaga
kerja 200 OH |
Rp. |
2.000.000,- |
g. Biaya Lain-lain |
Rp. |
1.000.000,- |
Jumlah biaya produksi |
Rp. |
11.355.500,- |
2) Penerimaan: 10.000 bh @ 1.500,-= Rp. 15.000.000,-
3) Keuntungan usaha tani Rp. 3.644.500,-
4) Parameter kelayakan usaha
a. B/C rasio = 1,321
10.2.
Gambaran Peluang Agribisnis
Saat ini permintaan akan jahe oleh negara importir
terus mengalami peningkatan, akan tetapi permintaan tersebut belum semuanya
dapat dipenuhi mengingat
produksi jahe masih terserap oleh kebutuhan dalam negeri.
Dilihat dari segi harga, dari tahun 1991 hingga saat ini fluktuasi harga jahe basah maupun kering boleh dikatakan stabil.
Dilihat dari segi permintaan, stabilitas harga serta produksi
jahe dalam negeri prosepek agrobisnis jahe sangat cerah.
11.
STANDAR PRODUKSI
11.1. Ruang Lingkup
Standar meliputi jenis dan standar mutu, cara pengambilan contoh dan syarat pengemasan.
11.2. Deskr ipsi
Standar mutu jahe di Indonesia tercantum dalam
Standar Nasional Indonesia SNI– 01–3179–1992.
11.3. Klasifikasi dan Standar Mutu
Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu: mutu I, II, III.
1) Syarat umum
a. Kesegaran jahe: segar
b. Rimpang bertunas: tidak ada
c. Kenampakan irisan melintang: cerah
c. Bentuk rimpang: utuh
d. Serangga hidup: bebas
2) Syarat Khusus
a. Ukuran berat:
§ mutu I > 250 gram/rimpang;
§ mutu II 150-249 gram/rimpang;
§ mutu III dicantumkan sesuai hasil analisa <10%.
b. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang/jumlah rimpang):
§ mutu I=0 %;
§ mutu II=0 %;
§ mutu III<10 %.
c. Benda asing:
§
mutu I=0 %;
§
mutu II=0 %;
§
mutu III<3 %
d. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang):
§ mutu I=0%;
§ mutu II=0%;
§ mutu III <10%
Untuk mendapatka n jenis jahe yang sesuai dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang meliputi:
1)
Penentuan benda-benda asing
Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya
diantara 100–200 gram. Pisahkan benda-benda yang akan ditentukan persentase bobotnya dan dipindahkan
pada kaca arloji yang telah ditera. Kaca arloji beserta benda asing tersebut ditimbang
pada neraca analitik.
Perbedaan kedua penimbang tersebut menunjukan jumlah benda
asing dalam cuplikan yang diuji.
2)
Penentuan kadar serat
Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk pengujian didalam
sebuah oven udara listrik 105 + 1 derajat
C, sampai berat tetap. Timbanglah dengan teliti
kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan petroleum
eter (titik didih 40-60 derajat C) selama kira-kira
1 jam dengan menggunakan sebuah alat soxhlet.
Pindahkan bahan yang telah bebas lemak tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter. Ambillah
200 ml asam sulfat encer,
tempatkanlah dalam sebuah
gelas piala, didihkanlaah seluruh asam yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi bahan bebas
lemak tersebut di atas.
Lengkapilah segera labu itu dengan pendingin balik yang
dialiri air, dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu mendidih setelah satu menit.
Goyang-goyanglah labu agak sering sambil menghindari tertinggalnya bahan pada dinding
labu yang tak bersentuhan dengan
asam. Lanjutkanlah pendidihan
selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu dan
saringlah melalui kain halus (kira-kira 18 serat untuk
setiap sentimeter) yang ditempatkan dalam sebuah corong
penyaring dan cucilah dengan air mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat
asam terhadap lakmus.
Didihkanlah sejumlah larutan
natrium hidroksida dengan menggunakan pendingin
balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan
baik dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus gooch yang telah berisi lapisan
tipis dan kompak asbes yang telah dipijarkan.
Cucilah residu dengan baik pertama-tama dengan air panas kemudian dengan
kira-kira 15 ml etil alkohol
95%. Keringkanlah Krus Gooch dan
isinya pada 105 +
1 derajat C dalam oven udara sampai
berat tetap. Dinginkan dan timbanglah.
Pijarkan krus Gooch
tersebut pada
600 + 20 derajat C dalam tanur
suhu udara tinggi sampai seluruh bahan menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah krus Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah eksikator dan timbanglah.
3) Penentuan kadar minyak
a.
Timbanglah dengan teliti, mendekati
1 gram, kira-kira 35–40 gram cuplikan
yang telah dipotong
kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam
labu didih.
b.
Tambahkanlah air sampai seluruh
cuplikan tersebut terendam
dan tambahkan pula ke dalamnya
sejumlah batu didih.
c.
Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark” sehingga dapat digunakan
untuk pekerjaan destilasi
dan panaskanlah labu didih tersebut
beserta isinya.
Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi butir-butir
minyak yang menetes bersama-sama air
atau bila volume minyak dalam penampung tidak berubah dalam beberapa waktu. Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung beserta
isinya kedalam air sehingga cairan
didalamnya mencapai suhu udara kamar dan ukurlah volume minyak yang tertampung.
11.4. Pengambilan Contoh
1)
Pengambilan contoh
Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe segar
siap ekspor diambil sejumlah kemasan secara acak seperti dibawah ini, dengan maksimum berat tiap partai
20 ton.
a. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100, contoh yang diambil 5.
b.
Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–300, contoh yang diambil adalah 7
c.
Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–500, contoh yang diambil adalah 9
d.
Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-1000, contoh yang diambil adalah 10
e.
Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas 1000, contoh yang diambil minimum 15.
Kemasan yang telah diambil, dituangkan isinya, kemudian
diambil secara acak sebanyak
10 rimpang dari tiap kemasan
sebagai contoh. Khusus
untuk kemasan jahe segar berat 10 kg atau kurang, maka contoh yang diambil
sebanyak 5 rimpang.
Contoh yang telah diambil kemudian
diuji untuk ditentukan mutunya.
2)
Petugas pengambil contoh
Petugas pengambil contoh harus
memenuhi syarat yaitu orang
yang telah berpengalaman atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan
dengan suatu badan hukum.
11.5. Pengemasan
Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang utuh, dikemas
dengan jala plastik yang kuat, dengan berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas dengan
keranjang bambu dengan berat sesuai kesepakatan anatara
penjual dan pembeli.
Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan bahan yang tidak luntur, jelas
terbaca antara lain:
§
Produk asal Indonesia
§
Nama/kode perusahaan/eksportir
§
Nama barang
§
Negara tujuan
§
Berat kotor
§
Berat bersih
§
Nama pembeli
12. DAFTAR PUSTAKA
1)
Anonimous. 1994. Hasil Penelitian
Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati.
Prosiding Seminar di Bogor 1 – 2 Desember 1993. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat. Bogor. 311 Hal.
2)
Anonimous. 1989. Vademekum Bahan
Obat Alam. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 411 Hal.
3)
Anonim, Mengenal Budidaya
Jahe dan Prospek Jahe, Koperasi Daar El- Kutub,
Jakarta, 1999
4)
----------, Ekspor Jahe Terbentur Musim, Info
Agribisnis Trubus, Nomor. 335 Hal. 32, Juni 1999
5)
----------, Investasi
Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman
Pangan dan
Holtikultura,
Kanisius, Yogyakarta, 1999
6) Paimin, FB. Budidaya,
Pengolahan, Perdagangan
Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta, 1999
7) Koswara, S. Jahe
dan Hasil
Olahanny a, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
8) Santoso, HB. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta, 1994
9) Yoganingrum, A.Paket Informasi
Teknologi Budidaya dan Pasca Panen,
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta, 1999
10) Paimin F.B., Murhananto, Budidaya Pengolahan Perdagangan Jahe, Penebar
Swadaya, Jakarta, 1998.
KEMBALI KE MENU
Komentar
Posting Komentar